Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Banjarmasin, Drs H A Murdjani Sani mengkonstatir belakangan ini ada gejala fenomena menjungkir-balikan fakta, hal tersebut perlu diwaspadai dan dicermati bersama.

Penjungkir-balikan fakta tersebut antara lain seperti terlihat dalam hukum fikih yang seakan mencoba mengubah kelaziman dengan berbagai alasan, lanjutnya saat kuliah subuh di Masjid Raya Sabilal Muhtadin Banjarmasin, Jumat.

Salah satu contoh penjungkir-balikan fakta hukum fikih yang cukup menghebohkan dunia Islam ialah pelaksanaan shalat Jumat yang diimani dan khatibnya dari perempuan, sementara jemaahnya ada laki-laki. Ternyata dari hasil investigasi menduga jemaah laki-laki yang ikut shalat Jumat tersebut bukan muslim sejati.

Dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin itu mensinyaler pula gejala fenomena penungkir-balikan fakta tersebut juga terlihat dalam berbagai aspek kehidupan lain, dimana ada kecenderungan dari sementara pihak mengatakan yang benar itu salah dan sebaliknya yang salah dikatakan benar.

Kencederungan-kecenderungan memutar-balikan fakta itu nampaknya cuma dalam konteks untuk mengejar kehidupan duniawi semata atau karena pengaruh faham-faham sekuler, dan lupa akan kehidupan yang kekal abadi di alam akhirat kelak.

“Padahal kehidupan bagi seseorang di dunia ini bagaikan musafir, hanya bersifat sementara, sedangkan kehidupan yang permanen, kekal dan abadi adalah di alam akhirat ,” ujarnya.

Dalam kuliah subuh di masjid kebanggaan kaum muslim di Provinsi Kalimantan Selatan tersebut, Murdjani yang sering menulis dan mengisi rubrik keagamaan di koran tersebut, mengajak terhadap sesamanya untuk meneladani Rasulullah Muhammad Saw yang lahir, hijrah dan wafat pada Rabi’ul Awal 14 abad silam.

“Walaupun keteladanan yang diperlihatkan Muhammad Saw pada 14 abad silam, tetapi contoh dan tauladan Rasulullah tersebut masih bisa dipergegangi, baik masa kini maupun akan datang, hingga akhir zaman nanti manakala kita ingin mendapatkan kebahagiaan di dunia dan alam yang kekal abadi,” tandasnya.

Pada kesempatan tersebut, dia mengungkapkan beberapa contoh tauladan yang ada pada Rasulullah Saw antara lain sikap kesederhanaan, kejujuran, dan kerja keras tanpa meminta belas-kasih atau menggantungkan pada orang lain.

Mengenai kesederhanaan atau kebersahajaan Rasulullah Saw, dia mencontohkan seperti terlihat dari keadaan rumah tangga beginda rasul, yang tidur di atas dipan terbuat dari pelepah korma dan bertikarkan daun pohon tersebut, sehingga dikala berbangun serta mau shalat masih nampak bekas pelepah pohon “tamar” (korma) itu di belakang badan nabi.

Namun ketika Ibnu Mas’ud menawarkan, tempat tidur yang baik, Rasulullah pun menjawab, “kehidupan di dunia ini hanya sementara, yang kekal abadi itu nanti di alam akhirat”.

(media-indonesia.com)