Musyawarah Pimpinan Al-Irsyad Al-Islamiyyah akhirnya memutuskan penyelenggaraan Muktamar Al-Irsyad Al-Islamiyyah ke-38 dilakukan di tahun 2006, selambat-lambatnya bulan September 2006. Ini berarti mundur dari waktu yang ditetapkan oleh Muktamar sebelumnya di Bandung, yaitu tahun 2005. Tempat Muktamar pun berubah dari rencana semula Palu ke Jakarta, karena Palu merasa tidak siap. Jakarta sendiri sebelumnya ditetapkan oleh Muktamar Bandung sebagai salah satu cadangan tempat Muktamar ke-38 bila Palu tidak siap. Dua tempat cadangan lainnya adalah Kab. Batu dan Manado.

Seperti tercantum dalam Pasal 14 Anggaran Dasar Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Musyawarah Pimpinan adalah lembaga permusyawaratan dalam Perhimpunan dibawah Muktamar, yang diadakan atas undangan Pimpinan Pusat. Peserta Musyawarah Pimpinan ini adalah: Pengurus Pimpinan Pusat, Utusan Pimpinan Wilayah, dan Utusan Badan Otonom Tingkat Pusat.

Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah menyatakan siap mempertanggungjawabkan keputusan pengunduran Muktamar ke-38 ini dari tahun 2005 ke 2006, di forum Muktamar nanti. Menurut Ketua Umum PP Al-Irsyad, Ir. Hisyam Thalib, pengunduran waktu Muktamar ini terpaksa ditempuh akibat adanya konflik dalam organisasi yang terus dikobarkan oleh para “pembangkang” di tubuh organisasi. Konflik ini telah memakan banyak tenaga, konsentrasi, dan dana, yang mestinya bisa dipergunakan untuk kepentingan umat. Tapi terpaksa itu dilakukan karena PP terus menerus diserang oleh para pembangkang yang tidak punya legalitas itu. “Sebab, kalau PP tidak berbuat apa-apa, sama saja dengan membiarkan para avonturir itu mengambil alih PP Al-Irsyad demi kepentingan bisnis dan pribadi mereka,” kata Hisyam.

Musyawarah Pimpinan tahun ini dilaksanakan di Jakarta pada tanggal 28-29 Dzulhijjah 1426 H, bertemapatn dengan 28-29 Januari 2006. Tepatnya di Hotel ALIA, Cikini. Musyawarah diikuti oleh Pimpinan Pusat, Lembaga Istisyariah, dan 13 Pimpinan Wilayah. Sedang empat PW minta ijin tidak bisa hadir karena beberapa alasan.
Ke-13 Pimpinan Wilayah yang hadir adalah:
1. Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
2. Sumatera Utara
3. Jambi
4. Bengkulu
5. Lampung
6. DKI
7. Jawa Barat
8. Jawa Tengah
8. Jawa Timur
9. Sulawesi Utara
10. Gorontalo
11. Sulawesi Selatan
12. Bali
13. Nusa Tenggara Barat (NTB)
Yang minta ijin tidak datang adalah: Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara
Selain penetapan waktu dan tempat Muktamar ke-38, Musyawarah Pimpinan juga memutuskan beberapa rekomendasi lain, baik untuk warga Al-Irsyad maupun untuk Pemerintah Republik Indonesia dan seluruh umat Islam.

Seluruh Keputusan Musyawarah Pimpinan itu adalah sebagai berikut:

KEPUTUSAN MUSYAWARAH PIMPINAN AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH

Dengan memperhatikan pendapat yang disampaikan oleh anggota Lembaga Istisyariah dan Fungsionaris PW Al-Irsyad Al-Islamiyyah seluruh Indonesia, maka Musyawarah Pimpinan Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang diadakan pada tanggal 28-29 Dzulhijjah 1426 H / 28-29 Januari 2006 mengambil keputusan sebagai berikut:

1. Setelah mendengar penjelasan dari Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah mengenai kondisi organisasi dewasa ini, Muktamar Al-Irsyad Al-Islamiyyah yang semula ditetapkan pada tahun 2005 ditunda penyelenggaraannya pada tahun 2006, bertempat di Jakarta. PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah mendapat amanat untuk menyelenggarakan Muktamar ke-38 Al-Irsyad Al-Islamiyyah tersebut.

2. Musyawarah Pimpinan bersepakat bahwa Yayasan Al-Irsyad Al-Islamiyyah harus menyesuiakan statuta lembaga Yayasan dengan undang-undang tentang Yayasan No. 16/2002 dan No. 24/2004. PP akan membentuk tim untuk menangani status dan keberadaan Yayasan dalam Organisasi Al-Irsyad Al-Islamiyyah.

3. Peserta Musyawarah tetap mendorong PC untuk meminta pengesahan kepada Majelis Waqaf dan Yayasan PPO Al-Irsyad Al-Islamiyyah dalam hal-hal yang menyangkut kepentingan Yayasan yang berada di cabangnya masing-masing.

4. Seluruh peserta Musyawarah Pimpinan menyatakan belasungkawa sedalam-dalamnya atas korban bencana alam yang terjadi di berbagai tempat di tanah air, yang telah merenggut nyawa dan harta benda yang tidak sedikit, serta rusaknya ekosistim yang berdampak terhadap lesetarian alam lingkungan. Kepada PC yang lokasinya berdekatan dengan daerah bencana dihimbau untuk ikut aktif meringankan korban bencana tersebut.
Oleh karena itu Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah mendukung upaya Pemerintah untuk menindak perusak lingkungan dan pelaku illegal logging serta illegal fishing.

5. Peserta Musyawarah Pimpinan merasa sangat prihatin dengan ghazwah budaya materialistis yang bekerja dan merusak secara sistematis aqidah umat Islam serta budaya bangsa. Peserta Rapim mendesak Pemerintah untuk menindak acara TV yang menayangkan tayangan-tayangan amoral. Peserta Rapim menolak diterbitkannya majalah Playboy versi Indonesia, serta mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mempercepat pengesahan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi.

6. Peserta Musyawarah Pimpinan prihatin atas gencarnya usaha kristenisasi di Aceh yang berselubung dalam kegiatan dan kerja sosial yang ditangani sejumlah LSM (NGO) pasca bencana alam Tsunani 2004. Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah mengingatkan perlunya Pemerintah mengawasi secara ketat LSM-LSM agar senantiasa berpegang pada prinsip kejujuran dan menghargai aqidah kepercayaan umat Islam/masyarakat Aceh yang berbeda dengan kepercayaan mereka.

7. Peserta Musyawarah Pimpinan mengajak seluruh umat Islam agar senantiasa membangun ukhuwah Islamiyyah dan menghindari penyimpangan aqidah.

Jakarta, 26 Dzulhijjah 1426 H (29 Januari 2006)