Menyikapi jatuhnya Hari Raya Idul Adha 1433 H yang bertepatan dengan hari Jum’at, maka kembali timbul pertanyaan: “Apakah kita masih wajib mengerjakan shalat Jum’at setelah mengerjakan shalat Id?” Untuk menjawab pertanyaan ini kita perlu melihat beragam pendapat dari para ulama.

Pendapat pertama; Tidak wajib mengerjakan shalat Jum’at, tapi masih berkewajiban shalat zhuhur. Pendapat ini dikenal dalam mazhab Ahmad bin Hanbal (Lihat dalam kitab Al-Mughni juz II, bab 106, karangan Ibnu Qudamah.

Pendapat kedua; Tetap mengerjakan shalat Jum’at mengikuti apa yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad saw. Ini sesuai hadist dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda,

Pada hari ini (Jum’at), telah berkumpul dua hari raya pada kalian. Maka barangsiapa ingin shalat hari raya, ini sudah mencukupi shalat Jum’atnya (tak lagi wajib dilakukan). Dan sesungguhnya kami akan tetap melaksanakan shalat Jum’at.” (HR. Abu Dawud)

Pendapat ini dianut oleh Imam Malik dan Abu Hanifah, dimana mereka berpendapat bahwa apabila ‘Id jatuh pada hari Jum’at, maka bagi mukallaf dituntut untuk mengerjakan keduanya. Hukumnya shalat ‘Id adalah sunnah, sedang shalat Jum’at hukumnya wajib. Dan yang sunnah tidak dapat menggugurkan yang wajib.

Pendapat ketiga; Tetap wajib mengerjakan shalat Jumat, tapi kewajiban ini hanya berlaku bagi penduduk kota (ahlul madinah). Adapun penduduk desa/kampung atau penduduk padang gurun (ahlul badawi) yang datang ke kota untuk shalat Id (dan shalat Jumat), sementara di tempatnya tidak diselenggarakan shalat Jumat, maka mereka boleh tidak mengerjakan shalat Jumat (tapi tetap shalat zhuhur).

Pendapat ini dianut oleh Imam Syafi’i, seperti termuat dalam kitabnya Al-Umm, jilid I hal 212 bab Ijtima’ul ‘Idaian:

“Apabila terjadi ‘Id jatuh pada hari Jum’at, maka bagi orang yang berjauhan tempatnya tidak lagi berkewajiban shalat Jum’at sebagaimana keterangan Utsman (khalifah ketiga) dalam khutbahnya pada suatu hari ‘Id yang bertepatan dengan hari Jum’at.”

Khalifah Utsman bin Affan ra. pernah menyampaikan khutbah ‘Id pada hari Jum’at, yang antara lain:

“Barangsiapa dari Ahli ‘Aliyah (pinggiran Madinah) ingin menunggu pelaksanaan Jum’at, ia dipersilahkan menunggu, dan bagi yang ingin pulang dibolehkan pulang.” (HR. Imam Malik di dalam Al-Muwattha’)

Pendapat keempat; Tidak wajib lagi shalat Jum’at dan tidak pula shalat zhuhur. Ini sesuai dengan yang diriwayatkan oleh an-Nasa’i dan Abu Dawud:

Dari Wahab bin Kisan ra., ia berkata, “Telah berkumpul dua hari raya (Idul Fitri dan Jum’at) pada masa Ibnu Zubair. Kemudian beliau (Ibnu Zubair) menunda waktu shalat ‘Id hingga waktu permulaan siang hari. Kemudian ia berkhutbah dan turun dari khutbahnya (selesai khutbah). Dia (Ibnu Zubair) tidak datang memimpin shalat Jum’at pada siang harinya. Kemudian kami tanyakan masalah ini pada Ibnu Abbas, maka dia menjawab, ‘Dia (Ibnu Zubair) telah menjalankan sunnah Nabi saw.’”

KESIMPULAN PENDAPAT:

Membaca dari dalil-dalil dan pendapat tersebut di atas maka Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah, setelah juga mempertimbangkan pemahaman serta praktek Mabadi Al-Irsyad, yang mana jika terdapat lebih dari satu pendapat dalam suatu perkara yang sama-sama rajih secara hukum maka akan dipilih pendapat yang lebih memudahkan dalam pelaksanaannya. Untuk itu kami menyimpulkan sebagai berikut:

1. Bagi mereka yang telah melaksanakan shalat ‘Id, maka shalat Jumat menjadi tidak wajib hukumnya, akan tetapi  tetap wajib melaksanakan atau menggantinya dengan shalat zhuhur. Bagaimanapun juga, bagi mereka yg mempunyai kelapangan waktu dan kesempatan, maka sebaiknya mendatangi shalat Jumat.

2. Bagi yang tidak melaksanakan shalat ‘Id, maka hukum shalat Jumat adalah wajib, kecuali terdapat rukhshah, seperti sakit atau lainnya, yang dapat membatalkannya. Jadi di sini hukum shalat Jumat kembali seperti asalnya (wajib).

Wallahu a’lam bishawab.

Demikianlah penjelasan di atas, semoga bermanfaat adanya.

PIMPINAN PUSAT AL-IRSYAD AL-ISLAMIYYAH

Ketua Umum

ttd

H. ABDULLAH DJAIDI