Akhirnya, setelah melalui penantian panjang, Wanita Al-Irsyad kembali memperoleh status sebagai badan otonom di lingkungan Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah. Dengan demikian, Wanita Al-Irsyad kini berhak mengatur rumah tangganya sendiri, termasuk membuat anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) sendiri.

Status otonom ini menyusul langkah Pemuda Al-Irsyad yang lebih dulu menjadi badan otonom kembali pada tahun 2009 silam. Status otonom Wanita dan Pemuda Al-Irsyad telah dihapuskan dalam Muktamar Al-Irsyad Al-Islamiyyah ke-34 (tahun 1985) di Tegal.

Melalui Surat Keputusan nomor 15 tertanggal 19 Shafar 1434 H atau 2 Januari 2013, Pimpinan Pusat Al-Irsyad Al-Islamiyyah sesuai kewenangannya menurut Anggaran Dasar Al-Irsyad yang baru, memutuskan membentuk badan otonom Wanita Al-Irsyad. Bagi Wanita Al-Irsyad, dengan status otonom ini seolah “lahir kembali”, setelah sebelumnya menjadi otonom di tahun 1933 melalui Konfrensi Al-Irsyad di Surabaya, masih dengan nama Nahdhatul Mukminat.

Dalam SK berikutnya (nomor 16) PP Al-Irsyad juga mengangkat Dra.Fahima Askar untuk menjabat ketua umum Pengurus Besar Wanita Al-Irsyad periode 2012 – 2017. Pengangkatan oleh PP ini dilakukan sekali ini saja karena Wanita Al-Irsyad belum dapat melaksanakan musyawarah besar dalam waktu dekat. PP juga menugaskan kepada Ketua Umum  dengan dibantu oleh Mufidah Said Bawazier, SE dan Dra. Solehah Bawazier untuk melengkapi personalia PB Wanita Al-Irsyad dan melaksanakan seluruh kewajiban PB Wanita Al-Irsyad tanpa kecuali sebagaimana tercantum dalam AD dan ART Al-Irsyad Al-Islamiyyah.

Menurut ketua umum PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Al-Ustadz Abdullah Djaidi, pembentukan badan otonom Wanita Al-Irsyad ini dilakukan setelah mendengar saran-saran dari aktifis Wanita Al-Irsyad serta para tokoh senior dan mantan aktifis Wanita Al-Irsyad, baik yang disampaikan secara tertulis maupun secara lisan. Demikian pula dengan saran-saran dari Dewan Syuro Al-Irsyad Al-Islamiyyah dan para senior serta aktifis Al-Irsyad Al-Islamiyyah.

“Dan PP semakin mantap membuat keputusan otonomi ini setelah mendengar langsung kesiapan para calon pengurus Wanita Al-Irsyad dalam pertemuan dengan Pimpinan Pusat pada 26 Desember 2012 lalu,” kata Abdullah Djaidi.

Sementara itu, menurut Sekretaris Jenderal PP Al-Irsyad, Ir. Said Awod Sungkar, dengan dibentuknya badan otonom Wanita Al-Irsyad ini, maka akan ada perubahan struktur dalam Pimpinan Pusat, Pimpinan Wilayah dan Pimpinan Cabang Al-Irsyad Al-Islamiyyah. “Struktur Majelis, Mursyid dan Lajnah Wanita Al-Irsyad di PP, PW dan PC Al-Irsyad dinyatakan tidak ada lagi,” kata Said Sungkar. Untuk itu, PP Al-Irsyad akan segera mengirim surat instruksi ke semua PW dan PC Al-Irsyad agar segera menghapus Mursyid dan Lajnah Wanita dari struktur PW dan PC, dan memfasilitasi terbentuknya Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang Wanita Al-Irsyad di daerah masing-masing.

Sebelum bernama Wanita Al-Irsyad, badan ini awalnya bernama Nahdhatul Mukminat, yang sebetulnya sudah dibentuk oleh kaum wanita di lingkungan Al-Irsyad pada 14 Mei 1930 (15 Dzulhijjah 1348 H) di Pekalongan, diketuai oleh Khadijah Al-Bakri. Ide pembentukan badan ini adalah Al-Ustadz Umar Naji, salah satu ulama besar Al-Irsyad yang juga murid utama Syekh Ahmad Surkati. Sampai tahun 1933, Nahdhatul Mukminat sudah memiliki cabang di Tegal, Jakarta, Bogor, Bangil, Bondowoso, Banyuwangi, Surabaya, Gebang (Kab. Cirebon), Cirebon dan Sungai Liat (Bangka).

Meski dibentuk oleh para irsyadiyat dan didukung penuh oleh pengurus Al-Irsyad di mana-mana, Nahdhatul Mukminat saat itu masih belum masuk secara resmi dalam struktur organisasi Al-Irsyad. Baru pada bulan April tahun 1933, tepatnya dalam Konfrensi Al-Irsyad di Surabaya, Nahdhatul Mukminat dinyatakan sebagai bagian dari Al-Irsyad dan berhak mengatur rumah tangganya dengan Anggaran Rumah Tangga sendiri.

Pada Kongres Al-Irsyad di Surabaya pada September-Pktober 1939, Nahdhatul Mukminat resmi mengganti nama menjadi Al-Irsyad Bagian Isteri. Dari awal berdirinya sampai terhenti sebagai badan otonom di tahun 1985, peran Wanita Al-Irsyad sangat menonjol, tidak saja dalam internal Al-Irsyad tapi juga di pentas nasional. Bahkan menurut banyak kalangan, gerak PC-PC Wanita Al-Irsyad saat itu bahkan lebih hebat dari PC-PC Al-Irsyad sendiri.

Secara internal Wanita Al-Irsyad memiliki dan mengelola banyak Taman Kanak-Kanak dan BKIA (Balai Kesehatan Ibu dan Anak), disamping banyak kegiatan sosial dan kewanitaan. Dan secara eksternal Wanita Al-Irsyad aktif sekali dalam berbagai agenda pergerakan Islam nasional, khususnya yang terkait dengan kalangan wanita. PB Wanita Al-Irsyad juga sudah ikut dan berperan aktif dalam Kongres Muslimin Indonesia pada Desember 1949 di Yogyakarta, diwakili oleh Azminah Hadi.*