Kementerian Agama (dulu Departemen Agama) didirikan sebagai kompromi politik dari dihilangkannya 7 kata di belakang kata “Ketuhanan” dalam dasar negara Indonesia. Kemuliaan hati golongan Islam demi lahirnya NKRI ini, diberi ganti sebuah lembaga negara untuk mengurus hajat hidup umat Islam.

Rakyat Indonesia harus diingatkan tentang fakta sejarah ini. Meskipun saat ini Departemen Agama sudah diubah menjadi Departemen Agama-Agama.

Demikian ringkasan arahan Prof. Din Syamsudin dalam Rapat Pleno ke-47 Dewan Pertimbangan MUI pada Hari Rabu, 8 Januari 2020 di ruang rapat kantor MUI.

Ustadz Hamidan membenarkan pernyataan Din Syamsudin itu. Dia melihat ada upaya sistematis untuk menghilangkan fakta sejarah itu. Lebih lanjut, dalam Kementerian Agama saat ini, kedudukan urusan umat Islam disamakan dengan agama-agama lain. “Padahal ini soal sejarah dan soal perjajian luhur yang mestinya dijaga, bukan sekadar kesamaan hak agama-agama,” ujar ulama senior ini.

Masih menurut Hamidan, dulu Departemen Agama secara khusus mengurus 5 perkara. Empat di antaranya adalah urusan umat Islam, dan satu perkara menyangkut semua agama di luar Islam. Sekarang semua disamakan di bawah Dirjen sendiri-sendiri.

Rapat Pleno Dewan Pertimbangan ke-47 ini diawali dengan arahan Menteri Agama. Dalam arahannya, Jenderal Purnawirawan Fahrurrozi selama satu jam lebih berbicara panjang lebar tentang perlunya deradikalisasi. Dia banyak mencontohkan negara-negara Islam di Timur Tengah yang mengarahkan kebijaksanaannya membangun masyarakat Islam moderat. Menteri menyebut kehidupan keagamaan Islam seperti di Saudi Arabia, UEA, dan Qatar yang sangat ketat menjaga agar tidak timbul radikalisme. “Saudi Arabia dan UEA mengontrol ketat para khatib, imam, dan bahkan Muazin,” kata menteri yang sangat getol menyuarakan anti radikalisme ini.

Fahrurrozi menegaskan bahwa mencontoh negeri di Timur Tengah, hanya dengan Islam moderat sebuah negara bisa maju.

Rapat yang agenda utamanya membicarakan agenda Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) tahun depan ini yang dihadiri oleh ketua-ketua ormas nasional yang merupakan anggota dari Wantim MUI ini berlangsung dengan lontaran pemikiran peserta dan sejumlah tokoh.

Pada umumnya peserta berpendapat bahwa kondisi perjuangan umat saat ini berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Baik dari sisi ekonomi, politik, maupun sosial, umat sedang mendapat ujian berat. Umat juga menerima tekanan dari berbagai sisi.

Menanggapi ini, Prof. Nazarudin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal menyatakan bahwa mestinya umat Islam bersikap optimis. Apa yang terjadi tidak seburuk pesimisme sebagian orang. Banyak negara lain yang justru memuji keberhasilan Indonesia di berbagai bidang. “Lagian, pesimisme itu akan mewarnai psikologi kita yang tidak membawa kebaikan,” ujar Nazarudin.

Azyumardi Azra berpendapat senada dengan Imam Besar Masjid Istiqlal ini. Menurutnya, umat Islam di Indonesia mengalami kemajuan pesat. Pada tahun 79-an, hanya ada dua masjid besar dan megah di Jakarta, Istiqlal dan Al Azhar. Sekolah unggulan didominasi oleh kaum Nasrani. Sedangkan, sekarang bisa dijumpai banyak masjid besar dan megah. Sekolah dan Universitas Islam pun tumbuh di mana-mana dengan kualitas baik. Wanita berjilbab mendominasi ruang publik di manapun. “Mestinya kita pandai bersyukur, jangan merendahkan keberhasilan yang telah kita capai,” kata guru besar UIN Jakarta ini.

Menanggapi pernyataan itu Prof. Din Syamsudin menyatakan bahwa umat memang harus optimis. Tapi bukan berarti cepat puas akan pencapaian yang sudah ada. Semua pencapaian yang nampak tidak otomatis menunjukkan bahwa kondisi umat memang baik. “Kita harus melihat fakta bahwa penguasa ekonomi dan penguasa politik bukan dari kalangan dakwah,” kata Pak Din.

Namun demikian, Din Syamsudin menyarankan, memang sudah waktunya umat Islam mengubah cara berpikir dalam berjuang. Bukan lagi “berjuang melawan” tapi “berjuang untuk”. Dua frase ini berdampak pada gerakan yang berbeda.

Berkait dengan MUI, Din Syamsudin menyatakan bahwa MUI sekarang memerankan fungsi khadimil ummah wa shadiqul hukumah (pelayan ummat dan teman pemerintah).

Acara yang berlangsung hingga menjelang Ashar ini ditutup doa yang dipimpin oleh Ustadz Faisol Bin Madi, Ketua Umum PP Al Irsyad Al Islamiyyah.

(PP Al Irsyad)