Oleh Ustadz Abdullah Hadrami

Agama Islam adalah konsep hidup yang syamil (universal) dan kamil (sempurna), tapi realitanya umat Islam terkotak-kotak dalam berbagai macam kelompok, masing-masing merasa paling benar dan menuduh yang lainnya salah, sesat dan masuk neraka.

Kelompok ini mengklaim mengikuti Islam yang benar sesuai ajaran Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam.

Kelompok itu juga mengklaim mengikuti Islam yang benar sesuai ajaran Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam.

Kelompok ini mengklaim punya dalil dan argumentasi.

Kelompok itu juga mengklaim punya dalil dan argumentasi.

Kelompok ini menuduh kelompok itu ahli bid’ah.

Kelompok itu juga menuduh kelompok ini ahli bid’ah.

Kelompok ini menuduh kelompok itu sesat.

Kelompok itu juga menuduh kelompok ini sesat.

Kelompok ini mengklaim sebagai golongan yang selamat (Al-Firqatun Najiyah).

Kelompok itu juga mengklaim sebagai golongan yang selamat (Al-Firqatun Najiyah).

Kelompok ini menuduh kelompok itu termasuk 72 ahli neraka.

Kelompok itu juga menuduh kelompok ini termasuk 72 ahli neraka.

Kelompok ini menasehati kelompok itu.

Kelompok itu juga menasehati kelompok ini.

Kelompok ini merasa kasihan kepada kelompok itu.

Kelompok itu juga merasa kasihan kepada kelompok ini.

Kelompok ini membongkar kesesatan dan keburukan kelompok itu menurutnya.

Kelompok itu juga membongkar kesesatan dan keburukan kelompok ini menurutnya.

Kelompok ini mempunyai ulama’ pendukung.

Kelompok itu juga mempunyai ulama’ pendukung.

Kelompok ini mempunyai kitab penuh dalil dan argumentasi.

Kelompok itu juga mempunyai kitab penuh dalil dan argumentasi.

Kelompok ini rajin ibadah, berdoa, berdzikir dan membaca Al-Qur’an bahkan sampai hafal.

Kelompok itu juga rajin ibadah, berdoa, berdzikir dan membaca Al-Qur’an bahkan sampai hafal.

Intinya, semua merasa mempunyai 1001 alasan untuk membenarkan kelompoknya dan menganggap sesat yang lain dan tidak mungkin bisa dipertemukan karena fokusnya bukan mencari titik temu, tapi mencari titik beda.

Padahal Allah-nya sama, nabinya sama dan kitab Al-Qur’an-nya sama. Rukun Islam dan Rukun Iman-nya juga sama. Banyak samanya daripada bedanya.

Tinggal satu yang kurang. Kelompok ini mempunyai senjata lengkap dan kelompok itu juga mempunyai senjata lengkap. Perang!

Kelompok ini memekikkan takbir “Allahu Akbar” untuk memerangi dan membunuh kelompok itu.

Kelompok itu juga memekikkan takbir “Allahu Akbar” untuk memerangi dan membunuh kelompok ini.

Kelompok ini ketika hendak diekskusi mengucapkan syahadat “La Ilaha Illallah”.

Kelompok itu juga ketika hendak diekskusi mengucapkan syahadat “La Ilaha Illallah”.

Kelompok ini mengklaim mati syahid.

Kelompok itu juga mengklaim mati syahid.

Kelompok ini mengklaim masuk surga.

Kelompok itu juga mengklaim masuk surga.

Kelomok ini mengklaim mendapat ridha Allah.

Kelompok itu juga mengklaim mendapat ridha Allah.

Dan seterusnya. Dan seterusnya.

Terus, bagaimana solusinya?

Solusinya adalah:

  1. Terus belajar dan mencari.
  2. Banyak berdoa memohon petunjuk kepada Allah.
  3. Hindari saling vonis sesat apalagi neraka.
  4. Kedepankan husnudzdzan atau prasangka baik kepada sesama muslim lintas organisasi.
  5. Fokus mencari titik temu dan bukan memperbesar titik beda.
  6. Perbanyak istighfar dan taubat serta berdzikir kepada Allah.
  7. Membaca, mengkaji, memahami dan berusaha mengamalkan Al-Qur’an.

Realita yang ada saat ini adalah terjadi saling menghujat, fitnah dan bahkan menghancurkan diantara sesama muslim bahkan sesama Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, sesama ustadz, sesama da’i, sesama Thullabul ‘Ilmi (penuntut ilmu agama). Metode dakwah yang diterapkan adalah metode membuat konflik, yaitu agar supaya dakwahnya laku maka cara yang dipakai adalah menghancurkan dakwah saudaranya sendiri. Persaingan tidak sehat dan penuh kecurangan. Sehingga akibatnya terjadi pecah belah. Dakwah yang telah dibina dan menjadi besar berubah menjadi kecil karena terpecah. Pecahannya pecah lagi, pecahannya pecah lagi dan pecahannya pecah lagi, demikian seterusnya. Semakin pecah dan semakin kecil sehingga Islam yang luas menjadi seperti kotak yang teramat sangat kecil. Para pengemban agama dan Thullabul ‘Ilmi berwajah sinis, sangar dan seram serta sangat jauh dari akhlakul karimah. Semakin rajin belajar agama justru semakin buruk akhlaknya, busuk lidahnya dan jahat perangainya serta buta hatinya. Semakin bertambah ilmunya semakin bertambah kesombongan dan kecongkakannya. Merasa bahwa dirinya adalah yang paling benar. Murid-murid berani melawan ustadznya dan bahkan menghujat dan mentahdzir ustadznya sendiri. Kacang lupa kulitnya. Manusia-manusia yang tidak mempunyai kesetiaan dan tidak pernah menghargai kebaikan.

Benarkah Islam mengajarkan seperti ini?
Benarkah ini ajaran Salafush Sholeh?
Inikah ilmu yang bermanfaat?
Lupakah mereka dengan hari pembalasan?
Apa yang mereka cari?
Inikah hasil ilmu dan ngaji?
Oohh, alangkah buruknya?!
Mungkinkah Allah me-ridhai?

Dua faktor yang menjadi sumber permasalahannya, yaitu:

  1. Hawa nafsu.
  2. Kepentingan.

Selama hawa nafsu dan kepentingan masih dikedepankan maka perpecahan akan terus terjadi.

Kita semua adalah pengikut Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam, tinggal satu syarat lagi untuk bisa masuk surga, yaitu: “ikhlas” karena Allah dalam semua aktifitas kita dan banyak berbuat kebaikan kepada semua makhluk Allah: kepada manusia, binatang dan bahkan alam.

Mempunyai prinsip itu perlu bahkan harus agar kita tidak bingung dan terombang-ambing, tapi sikap kepada yang berbeda harus dijaga untuk tidak saling serang dan provokasi dengan mengedepankan maslahat umat daripada maslahat kelompok.

Kita harus jujur bahwa tidak ada kelompok yang sempurna dan kewajiban kita adalah saling mengingatkan, saling menasehati, meluruskan dan melengkapi serta saling mendoakan.

Saudara-saudaraku yang saya cintai karena Allah, apabila terjadi perbedaan pendapat, ketimbang harus emosional dan vonis sesat serta neraka, alangkah baiknya jika pikiran masing-masing pihak dikomunikasikan dengan baik, lalu didiskusikan layaknya orang dewasa yang memiliki basis moral akhlakul karimah dan intelektual Islami.

Kita harus terus belajar, belajar, belajar dan jangan pernah berhenti dari belajar karena ilmu adalah ibarat lautan tidak bertepi.

Allah adalah pemutus perkara diantara kita di pengadilan Allah nanti karena keputusan Allah adalah paling adil dan paling bijaksana.

Harapannya adalah kita semua masuk surga, aamiin ya Robb.

Diantara nasehat emas dan bahkan mutiara dari Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah adalah:

“Mengeluarkan orang dari Sunnah itu adalah berat”.
(Diriwatkan oleh Abu Bakar bin Al-Khallal rahimahullah dengan sanad shahih dalam As-Sunnah 1/373, nomer 513)

Maksudnya, jangan mudah menuduh seseorang telah keluar dari Sunnah dan bahkan menuduhnya sebagai ahli bid’ah jika orang tersebut masih meyakini prinsip-prinsip Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Ingat, menuduh dan bahkan memvonis sesat itu adalah perkara besar dan dahsyat!

Sudah siapkah kita untuk bertanggung jawab di hadapan Allah atas tuduhan tersebut?

Berbicara tentang kelompok dalam Islam tidak akan pernah tuntas karena semua merasa paling benar dan menuduh yang lain tersesat.

Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).(QS. Al-Mukminun, 23: 53)

Ada sebuah ayat Al-Qur’an yang perlu selalu kita baca dan renungkan secara rutin dan terus menerus disertai muhasabah, koreksi dan mawas diri, yaitu ayat berikut ini:

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. (QS. An-Najm, 53: 32]

Hanya Allah Yang Maha Tahu siapa yang terbaik diantara kita di SisiNya.

Mari kita fokus mencari keburukan diri sendiri dan kemudian memperbaikinya, bukan fokus mencari keburukan orang lain sehingga lupa dan bahkan tidak menyadari keburukan diri sendiri.

Ya Allah, hanya kepadaMu hamba mengadu.

Semoga Bermanfaat.