Menyongsong Muktamar Al-Irsyad Al-Islamiyyah Ke-40 Oleh: Ady Amar, Pemerhati Sosial Keagamaan Surkati tidak banyak menulis, dia tidak mempunyai banyak publikasi, dan dia bukan pembual, yang jika berbicara terdengar bergema di setiap pertemuan dan perkumpulan. Sebaliknya dia memilih bekerja dalam kesunyian, kedamaian dan ketentraman, yang cenderung menciptakan manusia memiliki empati, bukan buku yang diam … Sehingga kita tidak memperkenalkannya dari publikasi dan buku atau melalui ucapannya. Kita hanya dapat mengarahkan Anda kepada para siswa yang dididik olehnya.” Ungkapan sekaligus gambaran sosok Syekh Ahmad Surkati, pendiri Perhimpunan Al-Irsyad Al-Islamiyyah, di atas, begitu apik digambarkan salah satu murid utamanya, Ustad Umar Hubeis, dimuat dalam majalah Al-Misbah, Februari 1929. Sekilas tentang Syekh Ahmad Surkati Syekh Ahmad Surkati, seorang ulama besar Mekkah yang berasal dari Sudan memang bukan seorang agitator yang jika bicara meledak-ledak. Gaya bicaranya teduh dan bahkan datar. Kekuatan Surkati dalam mempengaruhi lawan bicaranya dengan kelembutan tutur bahasanya yang tidak dibuat-buat, dan dengan menggunakan dalil-dalil argumentatif yang terukur. Murid-murid yang dididik Surkati adalah lewat lembaga pendidikan. Dan madrasah/sekolah yang didirikannya merupakan media pelatihan Al-Irsyad, tempat di mana kepemimpinan dikembangkan dan nilai-nilai organisasi disemaikan pada generasi yang dididiknya. Natalie Mobini Kesheh, dalam disertasinya, The Hadrami Awakening Community and Identity in the Netherlands East Indies 1900-1942, menggambarkan sketsa biografi Surkati dan Al-Irsyadnya pada tahun 20-an, di mana sebagian pemimpin organisasi dididik di sekolah Al-Irsyad. Sejarawan Belanda G. F. Pijper, mengungkap bahwa Syekh Ahmad Surkati di samping seorang demokrat dia juga seorang pendidik handal, dan merupakan pendiri Jam’iyyat Al-Ishlah wal-Irshad (Al-Irsyad Al-Islamiyyah), yang berdiri pada 6 September 1914/15 Syawwal 1332 H. Menurutnya, inilah perhimpunan pemurnian dan pembaharuan Islam saat itu, di mana beliau selaku ketuanya. Filosofi Dasar Pendidikan Pendidikan Al-Irsyad hadir sebagai sarana terbaik guna menjawab permasalahan kejumudan Islam, pada saat itu, dan kemunduran peradaban Islam. Menurut Surkati, pandangan masyarakat, secara implisit harus diubah, tidak cuma pemikirannya, tetapi yang lebih penting adalah mengubah wawasan berpikirnya ke arah pemurnian agama (tajdid). Dengan demikian pendididkan Al-Irsyad ditujukan menciptakan perubahan pemikiran, dan ini haruslah didapatkan suatu formula guna mengubah cara pandang muslim terhadap agamanya. Dalam berbagai kesempatan Surkati mengatakan pentingnya madrasah/sekolah itu didirikan, dengan ungkapannya, “Sekolah adalah rumah pengetahuan serta lembaga pengajaran dan pelatihan, tetapi sekolah terbaik adalah sekolah yang difokuskan untuk mengembangkan moralitas … Sekolah Islam yang benar adalah sekolah yang difokuskan untuk mengisi hati akan ketakutan kepada Allah …” Bisa jadi, inilah tujuan filosofis dihadirkannya sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyyah, tidak sekadar membekali anak didik akan pengetahuan umum semata, tetapi yang tidak kalah penting adalah sekolah merupakan benteng yang sangat penting dalam menjaga moralitas. Sistem dan Metode Pendidikan Berkaitan dengan sistem pendidikan, Ahmad Surkati berpandangan bahwa sistem pendidikan yang baik adalah yang mencerminkan kebaikan masyarakat. Hal ini berarti, bahwa pendidikan harus mampu memberikan perbaikan kondisi masyarakat. Sistem pendidikan seperti ini pernah dikembangkan Menteri Pendidikan pada masa pemerintahan BJ. Habibie, Dr. Ir. Wardiman Djojonegoro, yang dikenal dengan link and match. Menurut Surkati, sistem pendidikan yang ideal ialah sistem pendidikan yang mengandung dimensi Ilahiah dan dimensi Insaniah. Untuk mencapai keberhasilan sistem pendidikan tidak lepas dari pendekatan metode yang ada. Pendekatan dan metode yang dilakukan Surkati adalah multi dimensi. Dia mendekati anak didiknya secara personil psikologis serta melihat minat dan bakat serta tingkat kemampuan para siswanya. Dalam istilah sekarang, Surkati melakukan konseling terhadap anak didiknya. Kemampuan Ahmad Surkati dalam menerapkan pendekatan dan metode yang tepat ditandai dengan kualitas lulusan Al-Irsyad pada masa itu, yang tidak saja mendalami ilmu agama, tapi juga mampu berkomunikasi dalam bahasa Arab. Keberhasilan lulusan Al-Irsyad pada masa itu juga ditandai dengan banyaknya alumni Al-Irsyad, baik yang mengikuti sekolah formal maupun yang berguru langsung pada Surkati, menjadi tokoh nasional dan sukses sebagai pejuang bangsa. Di antara mereka adalah Prof. Dr. HM Rasjidi (Menteri Agama RI pertama), Ustad Dr. (HC) Umar Hubeis (ulama, ahli fikih), M. Natsir (mantan Ketua Umum Masyumi, mantan Perdana Menteri RI), AR Baswedan (PAI, Menteri Muda Penerangan RI), A. Hassan (ulama, salah satu pendiri Persis), KH Farid Ma’ruf, Prof. Dr. Hasbi Ash-Shiddiqy (Guru Besar IAIN Sunan Kalijaga, penulis produktif, mantan Rektor Universitas Al-Irsyad Solo), dan masih banyak yang lainnya. Tantangan ke Depan Itulah sepenggal sejarah keemasan Al-Irsyad di masa lalu, dan ketokohan Syekh Ahmad Surkati. Di mana Surkati mampu memberikan jawaban yang tepat terhadap tantangan yang dihadapi oleh umat Islam. Lembaga-lembaga pendidikan Al-Irsyad menjadi tempat penggodokan candradimuka para kader cendekiawan dan ulama. Di zaman penjajahan Belanda, Al-Irsyad tidak ragu-ragu menunjukkan identitas dan orientasi keislamannya. Dalam perdebatan dengan tokoh Komunis, Semaun, Surkati dengan tegas mengatakan, “Indonesia bisa merdeka dengan Islam, bukan dengan Komunis atau ideologi lainnya.” Sebagai organisasi massa yang memegang teguh akidah Islam, wajar jika Al-Irsyad tidak memberikan toleransi terhadap isme-isme yang merusak akidah. Di masa lalu tokoh-tokoh Al-Irsyad gigih melawan praktik-praktik tahayul, bid’ah dan khurafat. Di era modern sekarang ini tantangan akidah pun tidak berubah. Paham syirik tetap muncul dalam bentuknya yang lain, dan ini perlu diantisipasi. Namun demikian, dengan jumlah cabang Al-Irsyad yang lebih dari seratus cabang di seluruh tanah air, dari barat ke timur, dari utara ke selatan, maka tugas dan tantangan organisasi ini tidak semakin mudah, karena bobot tantangannya semakin besar. Maka upaya sistemik pengaderan berjenjang, baik formal maupun informal, perlu terus ditingkatkan. Yang dituntut dari Al-Irsyad sekarang adalah bergerak dengan irama yang lebih cepat dibanding masa-masa sebelumnya. Situasi kritis dan penuh tantangan ada di depan mata. Jangan lagi kita berpikir dan bekerja dengan langgam santai. Tidak banyak waktu yang tersisa. Setiap potensi dari Cabang sampai Pusat harus lebih digerakkan untuk membantu dan memfasilitasi proses pengaderan di tubuh organisasi. Bila lengah, tidak mustahil kapal besar bernama Al-Irsyad Al-Islamiyyah akan tenggelam di dasar samudera. Dan Al-Irsyad cuma dikenang pernah ada dalam sejarah Indonesia. Adalah tepat pilihan tema dalam Muktamar Al-Irsyad Ke-40 ini, yaitu “Menyongsong Kebangkitan Al-Irsyad sebagai Organisasi Pembaharu dan Moderat”. Bisa jadi Muktamar ini untuk menegaskan jatidiri Al-Irsyad yang moderat, luwes dan adaptatif di tengah-tengah masyarakat [Islam] yang plural. Selamat ber-Muktamar Para Irsyadiyyin. Semoga Al-Irsyad ke depan lebih progresif dalam menjawab tantangan zaman yang semakin krusial. Ilal Amaami ya Banil-Irsyad!