Oleh Ustadz Ibnu Rochi Syakiran

Bahaya Riya

Allah berfirman dalam Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 264: “Seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”

Sebab-sebab Datangnya Riya

  1. Senang mendapatkan pujian
    Senang mendapatkan pujian tidak menggugurkan amal ibadah jika tidak membuatnya tertipu dan diiringi dengan usaha lebih dari itu.
  2. Takut dicela orang lain
    Menyembunyikan keburukan dari mata orang lain, karena takut dicela orang lain diperintahkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  3. Mengharap apa yang ada di tangan manusia

Pintu-pintu Riya

  • Senang menampakan amal ibadah
  • Senang mengaku-aku ibadah, senang menceritakan masa lalu kepada orang yang tak mengenalnya, dan mengaku bahwa dialah yang paling rajin, dan ia merasa bangga ketika ada orang yang percaya dengan apa yang ia ceritakan.
  • Meninggalkan amal ibadah karena manusia
    Fudhail bin iyadh berkata: “Meninggalkan amal ibadah karena orang lain, itu adalah riya, dan beribadah karena orang lain adalah syirik, ikhlash adalah engkau beramal dan bebas dari kedua hal tersebut.
    Mengapa meninggalkan amalan dikatakan riya? Kadang ada orang yang merasa bahwa setiap perbuatannya pasti diperhatikan orang lain, ia merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah sesuatu yang besar, sehingga takut diperhatikan orang lain. (perasaan ini muncul dari orang yang dalam ada sikap takabbur dalam hati kecilnya)
  • Menampakkan perbuatan dengan cara yang halus
    Saat bertamu di hari Kamis, ia mendapatkan jamuan dan menolaknya, ia hanya berkata: “Maaf hari ini hari Kamis.” Jika si tuan rumah meminta maaf dan ia merasa bangga dengan hal itu, maka jatuh dalam perbuatan riya.
    Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika engkau diundang untuk makan, maka datangilah, jika engkau puasa, maka doakanlah.” (HR. Tirmidzy)
    Para ulama syafi’iyyah berkata: “Jika puasanya Sunnah, maka lebih utama jika ia membatalkan puasanya, jika puasa wajib, maka tidak boleh membatalkannya.” (lihat Tuhfatul Ahwadzy)
  • Menampakkan kerendahan hati
    Sering menampakkan kerendahan hatinya, merasa bahwa ia banyak salahnya, akan tetapi di dalam hatinya ia tidak merasa seperti itu. Ia hanya ingin mendapatkan pujian dari orang lain karena kerendahan hatinya. Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang tawadhu karena Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya.” (silsilah hadits shahih)
  • Senang menampilkan aib orang lain
    Padahal orang yang menutup aib saudaranya akan ditutup aibnya pada hari kiamat oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. “Barang siapa yang menutup aib saudaranya, Allah akan menutup aibnya di hari kiamat kelak.” (HR. Bukhari)
  • Demi menjaga nama baik saja
    “Barang siapa yang beramal karena ingin terdengar namanya baik, maka Allah akan memperdengarkan pahalanya di akhirat tanpa mendapatkannya, barang siapa yang beramal karena ingin di lihat, Allah akan memperlihatkan pahalanya tanpa memberikannya.” (Muttafaqun alaih)
  • Berbicara seolah-olah ia ahli ibadah
    Said bin Jubair pernah bertanya: “Siapakah yang malam tadi melihat bintang jatuh? Maka Hushain bin Abdurrahman berkata: “Aku” , kemudian segera ia menyelanya “Aku terbangun karena tersengat binatang.” Para ulama sangat takut jika ia sampai menceritakan amal ibadahnya meski secara tidak langsung.
  • Meninggikan diri sendiri
    Seseorang mudah menyatakan sebuah hukum, padahal ia tidak tahu dengan pasti hukum tersebut, dan menyatakan yang berbeda dengannya pasti salah.
  • Mudah mencela ulama
    Menyatakan bahwa ulama seperti manusia, bisa saja salah akan tetapi tanpa diiringi dengan penghormatan kepada mereka. Dengan dalil yang ia miliki ia banyak mendebat para ulama atau orang yang lebih tahu.
  • Mencari ilmu agar dikenal
  • Menampilkan kekhusyuan
    Dari Abu Darda, “Berlindunglah kalian terhadap khusyu yang berpura-pura, bagaimana itu wahai Abu Darda, engkau melihat jasadmu khusyu’ akan tetapi hatimu tidak.” (Syuabul Iman)
    Khusyu sesungguhnya adalah lahir dari hati yang takut kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena selalu diawasi, dan menimbulkan kesadaran untuk meninggalkan setiap larangan Allah dan menjalankan perintahnya.
  • Membesar-besarkan apa yang telah ia perbuat
    Rabiah bin Khaitsam berkata: “Segala sesuatu yang bukan karena Allah akan menjadi lemah.” (Az Zuhd)
  • Menampakan kesensitifan terhadap agama
    Mudah berkomentar ketika sebuah perbuatan maksiat terjadi, akan tetapi hanya bicara saja tanpa ada aksi.
  • Tidak peduli pada penampilan
    Kita harus menjaga dan merawat apa yang telah Allah berikan kepada kita. Salah satunya dijelaskan dalam Hadits Riwatat Abu Dawud: “Barang siapa yang memiliki rambut hendaknya ia merawatnya.”
  • Berlebihan dalam menjaga pandangan dan pendengaran
  • Mengajak orang lain meninggalkan ibadah karena takut tidak ikhlash
    Syetan selalu membisikkan kepada manusia yang lemah untuk meninggalkan amal ibadah daripada tidak ikhlash. Kalau tidak ikhlash jangan dilakukan saja.
  • Menyendiri dari manusia
    Tidak bergaul dengan masyarakat dengan alasan dia lebih baik daripada orang-orang disekitarnya.
    “Jika engkau mendengar seseorang mengatakan “Manusia semua celaka, maka ia adalah orang yang paling celaka.” (HR. Bukhari)
  • Tertipu dengan ibadah sesaat
    Merasa cukup dengan apa yang dilakukannya. Dan ia mengira dengan amalannya mencukupkan diri dengan ibadahnya.

Obat Riya

  • Selalu khawatir tentang amalannya
    Hasan Al Bashri berkata:
    “Seorang mukmin akan selalu khawatir jika amalannya tidak ikhlash, orang munafik selalu yakin jika amalannya ikhlash.”
    Darda berkata:
    “Kalaulah seandainya aku yakin bahwa Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima satu amalanku saja, hal itu lebih aku cintai dari dunia dan seisinya.”
  • Lebih banyak ibadahnya saat sendiri
    “Sesungguhnya Allah Subhanahu Wa Ta’ala, mencintai hamba yang bertakwa, merasa cukup dan menyembunyikan amalannya.” (HR. Muslim)
  • Banyak berdoa
    Katakanlah: Aku berlindung kepada-Mu ya Allah dari menyekutukanmu sedangkan aku mengetahuinya, dan ampunilah aku terhadap apa yang tidak aku ketahui.