Oleh Ustadz Munif Hilabi

Janganlah kita melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT, hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT dijelaskan di dalam QS. Al-An’am ayat 151-153. Diantaranya adalah:

“Qul ta’aalau atlu maa harrama rabbukum ‘alaikum alaa tusyrikuu bihi syai-an wa bil waalidaini ihsaanan walaa taqtuluu aulaadakum min imlaaqin nahnu narzuqukum wa-ii-yaahum walaa taqrabuul fawaahisya maa zhahara minhaa wamaa bathana walaa taqtuluun-nafsallatii harramallahu ilaa bil haqqi dzalikum wash-shaakum bihi la’allakum ta’qiluun(a).”

Ayat ini sekalipun ditunjukan kepada Bani Israil yang mana Nabi Musa AS menyampaikan hal-hal yang diharamkan oleh Allah SWT kepada mereka. Namun, tentunya kita menghindari apa-apa yang diharamkan oleh Allah SWT yaitu “allaa tusyrikuu bihi syai’a,” jangan berbuat syirik kepada Allah dengan suatu apapun karena syirik itu adalah sebuah kezaliman yang paling besar sebagaimana dalam QS. Lukman Ayat 13 Allah berfirman:
“yaa bunai-ya laa tusyrik billahi innasy-syirka lazhulmun ‘azhiimun.” Jangan berbuat syirik wahai anakku, karena syirik itu adalah sebuah kezaliman yang sangat besar.

Zalim lawan dari kata adil. Ketika seseorang tidak berlaku adil, berarti dia telah berbuat kezaliman. Pemimpin seharusnya berbuat adil, maka ketika pemimpin tidak meletakkan dirinya sebagaimana pemimpin yang betul-betul melaksanakan tugas dan kewajibannya, kewenangannya, maka pemimpin itu adalah pemimpin yang zalim. Hukum yang berat sebelah, hukum yang diletakan tidak pada porsinya, maka yang ada adalah sebuah kezaliman, maka kezaliman-kezaliman yang terjadi di muka bumi ini, karena tidak meletakan sesuatu pada tempatnya.

Maka seseorang ketika mengatakan “Lailahaillallah,” maka seluruh jiwa dan raganya dipersembahkan kepada Allah SWT, “Inna Shalaatii Wanusukii Wamahyaaya Wamamaatii Lillaahirabbil ‘Aalamiin,” jangan ada sesuatu yang membuat dirinya menjadi tidak ikhlas dalam beribadah, tidak ikhlas dalam beramal, karena mencari sesuatu nilai lain selain Allah SWT yang mengakibatkan dia masuk kedalam syirik dan kemusyrikan.

Berbicara tentang masalah cinta dan kecenderungan seseorang, maka jangan sampai cinta seseorang, kecenderungan seseorang, kepada sesuatu melebihi kepada cinta dan kecenderungannya kepada Allah, Rasul, dan Jihad Fisabilillah. Kalau ternyata ada sesuatu atau seseorang yang cinta dan kecenderungannya melebihi daripada yang ketiga tersebut, maka Allah akan mengadzab kaum tersebut.

Allah berfirman dalam Al-Quran bahwa ternyata ada seseorang yang kecondongannya, kecenderungannya, cintanya, kepada selain Allah sama kedudukannya ketika dia mencintai Allah, sama kadarnya, sama nilainya. Yang demikian mengakibatkan dia masuk kedalam syirik dan kemusyrikan, padahal “wallazina amanu asyaddu hubbalillah,” bahwa orang-orang yang beriman bersangatan cintanya kepada Allah SWT melebihi daripada segalanya.

Yang kedua, yang harus diperhatikan adalah janganlah seseorang berbuat durhaka kepada kedua orang tuanya, maka dari itu “wa bil walidayni ihsana,” yaitu kepada kedua orang tua berbuat baik yang terbaiklah sebagaimana dulunya kedua orang tua kita menyayangi, membimbing, merawat, dan membesarkan kita seperti ini.

Baik dalam bahasa Arab disebut dengan kata Hasan, tapi kalau kita berbuat baik jangan sekedar Hasan, Allah ingin kita berbuat yang Ahshan. Allah berfirman dalam QS. Al-Mulk ayat 2:
“Al-ladzii khalaqal mauta wal hayaata liyabluwakum ai-yukum ahsanu ‘amalaa, ” jadi amal perbuatan yang kita lakukan khususnya kepada kedua orangtua kita jangan sekedar baik saja, tapi harus yang terbaik. Ketika kita berbuat baik dengan orang tua pada saat ini, maka saat itulah cerminan nantinya akan kita dapatkan dari anak-anak turunan kita. Sebagaimana Sabda Rasulullah “Birru aba’akum tabirrukum abna’ukum,” berbuat baiklah kalian kepada orang tua kalian niscaya anak-anakmu, niscaya keturunanmu akan berbuat baik kepadamu. (HR. Thabrani).

Berikutnya yang diharamkan oleh Allah, bahwasannya janganlah kalian bunuh anak-anak kalian karna takut miskin, takut tidak makan, Kami yang memberikan rizki kepada anak-anakmu kata Allah SWT, dan kepada kalian kedua orang tua. Ini larangan dari Allah SWT, jangan karena kemiskinan membuat orang tua akhirnya membunuh anaknya karena tidak sanggup memberikan makan, tidak sanggup memberikan kehidupan, kita berlindung kepada Allah SWT. Ketika kita menyaksikan dan kita mengetahui hal seperti itu, tugas kita adalah membantu melindungi mereka yang berada dibawah garis kemiskinan, ini adalah tugas kita bersama, untuk meretas kemiskinan dan membawa umat Islam kepada posisi yang lebih baik.

Allah SWT melarang pula jangan sampai kita melakukan atau mendekati kekejian demi kekejian, apakah itu mencuri, berbuat zina, yang dilarang oleh Allah SWT, maka dari itu kita hindari diri kita, keluarga kita, dari hal-hal kekejian seperti itu. Kita lindungi keluarga kita jangan sampai keluarga kita, saudara-saudara kita, terjebak kepada hal-hal yang menyimpang dari segi seksual.

Dalam QS. Al-Isra ayat 32 Allah berfirman: “Walaa taqrabuuzzinaa,” jangan dekati zina, zina adalah perbuatan yang keji dan perbuatan yang pada akhirnya akan membawa kepada kesengsaraan.

Allah juga melarang untuk membunuh jiwa yang Allah haramkan untuk dibunuh kecuali, membunuhnya karena kebenaran. Karena kebenaran, karena hak, membunuhnya karena Jihad Fisabilillah. Ketika Jihad Fisabilillah untuk membela agama, membela Islam, maka tidak ada jalan kecuali membunuh atau terbunuh, dan yang selain itu tidak diperbolehkan.

Yang kedua, janganlah melakukan tindakan aborsi (pengguguran kandungan), karena itu sama saja dengan membunuh jiwa yang Allah haramkan untuk dibunuh, maka dari itu kita berharap Pemuda/i kita, apalagi Pemuda/i Islam dapat menjaga diri sedemikian rupa, agar jangan sampai terjerumus kepada perbuatan zina. Karena, ketika perbuatan zina itu terjadi dan terjadi berulang kali kemudian mengakibatkan kepada kehamilan, menimbulkan khawatir akan masa depan yang suram, maka biasanya jalan yang akan dipilih adalah menggugurkan kandungan (aborsi), kita berlindung kepada ALLAH SWT, ini adalah hal yang diharamkan Allah SWT.

Berbagai aturan-aturan Allah ini hendaknya betul-betul kita jaga, sehingga Allah SWT senantiasa memberikan kepada kita taufik dan hidayahnya, memberi kita bimbingan agar senantiasa berada di jalan Allah SWT, sebagaimana dalam QS. Al-An’am ayat 153, Allah berfirman:
“Wa-anna hadzaa shiraathii mustaqiiman faattabi’uuhu walaa tattabi’uussubula fatafarraqa bikum ‘an sabiilihi dzalikum wash-shaakum bihi la’allakum tattaquun(a).” Artinya: Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.

Ketika Nabi menyampaikan ayat ini, Nabi SAW saat itu memegang sebuah kayu, dipasir Nabi menggaris secara lurus sambil mengatakan “Wa-anna hadzaa shiraathii mustaqiiman,” ini jalanku yang lurus, Nabi Muhammad SAW menunjukan bahwa ikuti Nabi Muhammad SAW, jangan mengikuti jalan-jalan yang menyimpangkan kamu dari jalan Allah SWT.

Mari sama-sama kita kembali kepada hal-hal yang diperintahkan oleh Allah SWT, mari kita hindarkan apa-apa yang diharamkan oleh Allah SWT kepada kita, sehingga InsyaAllah kita senantiasa berada dijalan Allah, berada dalam Siratal Mustaqim, berjalan di jalan para Nabi, para Syuhada, para Shalihin, para Shiddiqin yang telah menunjukan jalan kepada kita yaitu jalan yang lurus. Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik dan hidayah-Nya agar kita senantiasa berada dalam jalan Siratal Mustaqim. Aamiin.