Oleh Ustadz Farid Nu’man Hasan
Tawadhu’ itu ketika kita:
- Tidak merasa tinggi.
- Tidak merasa kaya.
- Tidak merasa berilmu.
- Tidak merasa hebat.
- Tidak merasa “ngustadz”.
- Tidak usah ngebos.
- Tidak usah sesak nafas saat manusia tidak mengenal kita.
- Tidak perlu repot menunjukkan kita ini siapa.
- Tidak perlu marah saat manusia hanya memanggil kita Pa, Bu, Sdr, dibanding posisi, gelar akademik, dan kedudukan kita.
- Tidak bersedih saat tidak ada pujian dan tepuk tangan.
- Tawadhu’ itu kita mau bersama orang susah, menyapa lebih dulu orang yang dijumpai, tidak jual mahal untuk memulai salam.
Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu berkata:
Sesungguhnya diantara bentuk tawadhu (rendah hati) adalah Anda memulai salam kepada setiap orang yang Anda jumpai. (Jawaahir min Aqwaal As Salaf No. 193).
- Mau mendengarkan nasihat dr orang yg lebih muda, pendidikannya lebih rendah, dan dia bukan siapa-siapa
- Lalu, ikhlaslah atas itu semua, Allah Ta’ala yang akan muliakan.
Tidaklah seseorang tawadhu’ ikhlas karena Allah melainkan Allah akan mengangkat kedudukannya. (HR. Muslim no. 2588).
Wallahu A’lam wa Lillahil ‘Izzah.